Sabtu, 20 April 2013

Apa coba?


Dewasa. Sebenarnya apa makna dibalik kata itu? Menjadi bijaksanakah? Menjadi seriuskah? Atau parahnya “being allowed to watch the adults’ porn movie”? (Pilihlah yang terkhir, maka kau akan menyesal seumur hidupmu) ^^

Oke, semua itu sebenarnya hanyalah pilihan. Bisa kita lihat, banyak manusia berusia matang yang masih saja bersikap layaknya remaja usia belasan. Kita sering kali berkata, “ih, muka tua, tapi kelakuan kaya’ anak kecil!” Memang. Memang begitulah adanya. Secara fisik memang orang-ornag seperti ini sudah bisa dibilang uzur, namun secara mental sungguh, akupun jijik dengan melihatnya.

Lain lagi dengan para remaja yang dewasa sebelum waktunya. Hal seperti ini kebanyakan karena faktor keadaan. Entah keluarga, teman, atau sesuatu yang lain yang aku tak mengerti. Namun menjadi dewasa ketika kau masih remaja, memiliki suatu hal yang buruk juga. Misalnya, dimana remaja yang seharusnya bertingkah laku layaknya remaja pada umumnya, ia justru memiliki kebiasaan sendiri yang mungkin tidak cocok dengan masanya. Hah, sungguh sulit memang.

Lalu bagaimana dengan remaja ababil atau anak baru labil? Jika mengingat beberapa waktu ke belakang, rasanya ingin sekali aku membumihanguskan tipe manusia ini. Menurutku, they’re just rubbish! So please kick them to the trash!

Apakah benar hidup mereka ini hanya mereka habiskan untuk melakukan hal yang tak penting untuk orang lain bahkan dirinya sendiri? Kemana-mana membanggakan pacar, padahal pacarnya pacaran denagn orang lain dibelakang dia. Banyak omong a.k.a. cerewet membicarakan hal tak penting. Well, what the $#^*^$&*&^?! Hah, jangan bicarakan ababil lagi atau emosiku akan memuncak!

Baik, jadi apapun pilihanmu, je souhaite que tu n’aurais pas été déçus. Compris?

Selasa, 02 April 2013

Aimer, c’est quoi?


Bodoh? Terserah. Silakan kalian berpendapat apapun tentangku.  Aku memang tak pintar dalam hal itu. Kau tau, orang sering menyebut hal itu cinta. Dengan egoku yang begitu besar, diriku pernah berkata. That’s just a bullshit thing! Dan memang begitulah adanya.

2013 3 14 Seorang dosen native dari mata kuliah menulis memberikan sebuah “devoir” atau tugas yang begitu sulit bagiku : “Ecrivez une poète avec ces mots : Aimer, c’est …” yang berarti “Tulislah sebuah puisi dengan kata-kata berikut : Mencintai, adalah…”
Sebuah pukulan telak untukku. Hei, yang aku tau hanyalah mencintai keluargaku, teman-temanku dan super junior! Aku hanya bisa mencintai satu orang yang bisa kuanggap sebagai “namja”. Yah, siapa lagi kalau bukan salah satu dari 13 orang itu. Dan itupun aku sama sekali tak dapat mendeskripsikannya. Aku selalu berkata bahwa cinta itu tak berarti jika harus diekspresikan dengan kata-kata. Hal itu mungkin hanya untuk menutupi kebodohanku yang sama sekali tak bisa mengekspresikan apa itu cinta dan mencintai.

Lalu mengenai namja yang satu itu. Seorang master besar dengan senyum joker bodoh yang selalu aku rindukan. Aku memang mencintainya. Mungkin kalian pikir aku ini yeoja yang berpikiran sempit. Oh ayolah, siapa yang tak ingin punya suami kaya, tampan, cerdas dan taat agama sepertinya?

Kembali lagi pada hari dimana aku sedang di kelas menulis. Beberapa menit setelah sang dosen native melayangkan tugas laknat itu, kulihat sahabatku mulai menuliskan sesuatu di bukunya. Oke, ini seperti half homework. Jadi kau bsa mengerjakannya saat itu juga. Entah apa yang ada diotak sahabatku ini, namun baru sepuluh menit saja dia telah berhasil menciptakan berbaris-baris kalimat yang kesemuanya adalah ekspresi “mencintai, adalah…”

Hah, sungguh aku tampak bodoh saat itu. Bukan apa-apa, biasanya akupun akan begitu. Langsung mengerjakan apa yang diminta dosen dan akan berhasil menciptakan berbaris-baris kalimat pula. Namun itu bukan untuk hal yang bertemakan cinta! Bukan seperti ini!
Oh sial, bahkan sahabatku terus saja menulis dengan wajah riangnya. Dan aku, hanya dapat memandang bodoh padanya.  Ingin rasanya aku pulang lebih dulu saja. Namun nyatanya dosen itupun belum mau menutup perkuliahan.

Cukup lama aku berpikir keras untuk menciptakan satu saja kalimat menyebalkan itu. Otak ini terlalu susah untuk diajak kompromi. Bahkan salah satu sahabatku yang lain berkata bahwa aku sudah mati rasa. Ah, mungkin saja dia benar. Namun hatiku tak bisa mati untuk seseorang. Ya, orang itu lagi. Si kuda jantan yang selalu menghantui hidupku. Aku terus mengingatnya. Mencoba untuk mengeluarkan sebuah arti dari perasaanku padanya. Lama. Sungguh terlalu lama waktuku untuk berpikir. Hingga akhirnya, lebih dari setengah jam kemudian aku berhasil menuliskan sesuatu…


Aimer, c’est les pieds d’amour d’un cheval à mon cœur
(Mencintai adalah derap langkah cinta sang kuda di hatiku)



by. Choi Hyekyung from Shin