Langit tak begitu cerah hari ini. Sangat
bertolak belakang dengan suasana hatiku. Entah mengapa hatiku begitu cerah hari
ini.
“Ya!
Kau sedang apa tersenyum sendiri seperti itu?” teriak seseorang di belakangku
sambil memukul kepalaku pelan.
Aku
mengerutkan bibirku, “Ya Lee hyukjae,tak bisakah kau sopan sedikit pada wanita?”
“Memangnya
kau wanita?” katanya sambil tertawa evil.
Yah,
begitulah Lee Hyukjae. Seseorang yang sudah aku kenal selama lebih dari 8
tahun. Aku tak pernah melewatkan satu hari pun tanpa melihat sahabatku yang
satu ini. Bahkan dia yang tinggal bersama kakeknya, memiliki rumah yang
bersebelahan dengan rumahku.
“Kau
masih saja menyukainya?” tanya Hyukjae tiba-tiba sambil memandang seseorang di
depannya.
Aku segera saja mengikuti arah
pandangannya. Dan pandangan itu tertuju pada Choi Siwon. Seseorang yang memang
sudah kusukai sejak dulu.
“Ya. Aku masih menyukainya. Walaupun rasa
sukaku tak sekuat dulu.”
-Flashback-
Sepulang dari sekolah aku segera saja
mengambil sepedaku dan mengayuhnya. Ibuku sudah menelfonku sedari tadi. Dia
berkata bahwa ayahku sakit. Tak hanya ibuku, bahkan Hyukjae juga menyuruhku
untuk cepat pulang ke rumah. Aku begitu terburu-buru hingga akhirnya aku
terjatuh tidak jauh dari gerbang sekolah.
“Gwaenchanayo?” tanya seseorang.
Dia menolongku berdiri. Tapi, ah… kakiku
begitu sakit. Kupikir untuk berjalan pun aku mungkin tak bisa.
“Kakimu terkilir? Boleh aku lihat?”
tanyanya lagi.
Kemudian dia mulai memijat-mijat kakiku.
Namun rasa sakit itu malah semakin terasa. Aku merintih pelan di
depannya.
“Ah,
mianhae… pasti sakit sekali. Kakimu terkilir. Biar aku antar kau pulang.”
Tanpa
meminta persetujuanku, dia langsung saja menaiki sepedaku dan menyuruhku duduk
di belakangnya.
“Oh ya,
namaku Siwon. Choi Siwon. Namamu siapa?” katanya ketika kami diatas sepeda.
“Ah,
namaku Hyekyung. Shin Hyekyung. Kau ini, kakak angkatanku kan?“
“Ya,
benar sekali. Aku setahun lebih tua
darimu. Jadi, panggil aku oppa!” katanya sambil tertawa.
Aku pun tertawa bersamanya. Pertemuan
singkat itu benar-benar menjadi pengalaman manis bagiku. Kami tidak canggung
satu sama lain walaupun itu adalah saat pertama kami berkenalan.
Sejak saat itu pula aku mulai menyukainya.
Aku selalu saja meluangkan waktuku hanya untuk melihatnya bermain basket di
sore hari. Hal ini aku lakukan selama lebih dari 6 bulan. Aku tidak berani
menyatakan perasaanku padanya.
Namun pada suatu sore, aku melihat
pemandangan yang berbeda, Setelah siwon selesai bermain basket, dia segera
mendekati seorang gadis yang sepertinya sudah menunggunya sejak tadi. Kemudian
dia menggandeng tangan gadis itu lalu pergi meninggalkan lapangan basket
bersama.
Seminggu kemudian baru aku tahu bahwa
Siwon telah memiliki kekasih. Siwon sendirilah yang memperkenalkannya padaku.
Sejauh yang kulihat, cinta mereka begitu kuat. Bahkan dua tahun kemudian mereka
juga masuk universitas yang sama denganku dan Hyukjae.
-Flashback
END-
“Sudahlah,
ayo kita pulang!” ajak Hyukjae.
Aku menurut saja apa katanya. Sebelum
sampai rumah, dia sempat mengajakku untuk sekedar bermain di taman kota. Malam
itu taman tak dikunjungi banyak orang. Sehingga aku dan Hyukjae dapat memilih
tempat duduk sesuka kami.
“Mengapa kau mengajakku ke tempat ini?”
tanyaku padanya.
“Aku hanya ingin menikmati suasana malam
saja… ” ujarnya.
“Mengapa harus denganku? Kau bisa menikmati
suasana malam sendiri ” aku meulai protes.
“Ada
yang ingin aku bicarakan… ”
“Apa
itu?”
Setelah
itu dia segera mengoceh lagi. “emm… kau masih saja melihat Siwon. Itu berarti
rasa suka itu masih ada walau sedikit.”
“Ya,kau
benar” celetukku.
Kemudian
dia melanjutkan ucapannya “Kau terus melihatnya dan aku akan terus melihatmu.
Hyekyung ah, aku menyukaimu…”
-------------------
“Aku
berangkat!” kataku saat aku meninggalkan rumah untuk berangkat kuliah.
Aku
benar-benar kaget dengan pengakuan Hyukjae semalam. Aku pikir dia bercanda. Aku
bahkan sempat mengatakan, “kau ini sahabatku, bagaimana bisa kau menyukaiku?”. Namun
karena ucapanku itu dia kini tak mau lagi berbicara denganku. Pagi ini pun dia
tidak berangkat kuliah bersamaku. Dan setelah aku pikir lagi, sepertinya
Hyukjae sama sekali tidak bercanda ketika dia mengatakan itu padaku.
“Hyekyung
ah, mana Hyukjae?” tanya Gura.
“Ya
Han Gura, memang aku ibunya Hyukjae?”
Hari ini pun aku tak melihatnya
kuliah. Entah mengapa aku jadi
merindukannya. Rasanya aneh sekali jika dalam sehari aku tidak bisa melihatnya.
Sepulang dari kuliah, aku tidak pulang ke
rumahku, namun aku segera ke rumah Hyukjae.
“kakek… kakek…” panggilku cepat.
“Iya, iya, kakek disini! Mengapa kau
memanggil kakek seperti itu? Ada apa ? » kata kakek Hyukjae.
“Kakek, Hyukjae dimana?”
“Apa Hyukjae tidak berpamitan padamu?”
tanya kakek.
“Ani.
Memang dia kemana kek?”
“Dia
berangkat ke Amerika pagi tadi.” Kata kakek.
“Mwo?!”
Hyukjae
pergi ke Amerika?! Teriakku dalam hati.
Aku
yang masih setengah terkejut mencoba bertanya. “Untuk apa dia kesana? Mengapa
dia tidak berpamitan padaku kek? Dia selalu berpamitan padaku bahkan jika dia
hanya pergi ke Seoul.”
“kakek
juga tidak tahu. Apa kalian ada masalah?”
“Ani”
Ah… atau jangan-jangan karena kejadian
semalam?
“Kapan
dia pulang kek?” tanyaku lagi.
“Kakek
juga belum tahu. Dia bilang dia ingin tinggal bersama kakaknya disana untuk
beberapa minggu.”
“Lalu
kuliahnya?”
“Dia
sudah mengurus semuanya.”
Jadi
dia sudah merencanakan hal ini sejak dulu? Jauh sebelum dia menyatakan perasaannnya
padaku? Berani sekali dia, pergi begitu saja bahkan sebelum aku bisa menjawab
pengakuannya semalam! Ocehku dalam hati.
“YA
LEE HYUKJAE!” teriakku ketika aku sudah bisa menelfonnya beberapa jam kemudian.
“Hey,
suaramu terlalu keras! Pelanlah sedikit!” bentaknya di seberang sana.
Rasanya
senang sekali ketika aku bisa mendengar suaranya.
“Berani
sekali kau meninggalkanku seperti itu? Bahkan kau tidak berpamitan padaku!”
“Baiklah, aku akan berpamitan sekarang.”
katanya pelan.
“Sudahlah, lupakan saja! Kapan kau akan
pulang?”
“Aku tak akan pulang”
“Jangan bercanda. Itu tidak lucu!”
“Aku tidak sedang bercanda. Aku serius.
Aku tak akan pulang. Aku akan kuliah disini. Ini permintaan kakakku. Aku tak
akan pulang Hyekyung ah…”
Seketika itu pula aku tak sanggup untuk
mengucapkan sepatah kata lagi.
------------------
Tangisanku tak kunjung berhenti walaupun
malam sudah larut. Aku tak menyangka Hyukjae akan meninggalkanku dengan cara
seperti ini. Sejak berbicara di telefon, aku jadi enggan untuk menghubunginya.
Dia begitu tega padaku. Apakah ini yang disebut sahabat? Tanyaku dalam
hati. Lalu aku kembali menangis malam itu.
Satu
bulan setelah perginya Hyukjae ke Amerika, tak ada hal istimewa yang terjadi
dalam hidupku. Semua biasa saja. Bahkan ketika Gura memberitahuku bahwa Siwon
sudah putus dengan pacarnya, aku tetap bergeming.
“Ya
Shin Hyekyung, kau ini kenapa?” tanyanya. “Aku jarang sekali melihat kau
tertawa belakangan ini.”
Aku
menghela nafasku, “entahlah… tak ada yang menarik disini. Gura ah, boleh aku bertanya?”
“Tentu saja”
“Apakah
Amerika lebih menarik daripada Korea ? Apakah disana seperti surga?”
“Kau
merindukan Hyukjae?”
“Tentu
saja. Dia sahabatku. Dia selalu ada bersamaku. Kini dia jauh di Amerika. Tentu
saja aku merindukannya.” Ocehku.
“Sahabat?
Aku tak percaya rasa sayangmu pada hyukjae hanya sebatas persahabatan.”
“Wae? Mengapa kau bilang seperti itu?”
Lalu dia meulai mengintrogasiku. “Siapa
yang lebih kau rindukan kehadirannya, Siwon atau Hyukjae?”
“Hyukjae.”
“Siapa yang lebih bisa membuatmu tertawa,
Siwon atau Hyukjae?”
“Hyukjae.”
“Lalu menurutmu,kau lebih membutuhkan siapa, Siwon atau Hyukjae?”
“Sudahlah, kau pasti tahu jawabanku. Semua
jawaban pasti Hyukjae. Karena memang itu kan maumu?”
“Ani. Aku hanya ingin menebak perasaanmu.”
“Perasaan apa?”
“Apakah kau tidak sadar, sebenarnya yang
kau cintai itu Hyukjae?”
“Mwo?! Tidak mungkin, Hyukjae itu
sahabatku.”
“Ya sudah, berarti aku boleh mendekatinya.
Lalu aku akan menghubunginya dan aku akan bilang bahwa aku menyukainya” Kata
Gura menggodaku.
Namun
spontan aku berteriak, “ANDWAE!”
“Nah,
sekarang semakin terlihat bahwa kau benar-benar mencintainya. Akuilah itu
Hyekyung…”
Perkataan
Gura terus saja berputar di kepalaku. Apakah benar aku mencintai Hyukjae? Atau
apakah hanya karena Gura menginginkan aku untuk jadian dengan Hyukjae?
Sejauh
yang aku tahu, Gura begitu bersemangat menjodohkanku dengan Hyukjae. Bahkan
beberapa bulan setelah dia menyuruhku mengakui perasaanku dia sempat berkata,
“Jangan sampai kau menyesal. Krena itulah yang terjadi padaku.” Katanya sambil
menunjukkan foto mantan kekasihnya, Kim Heechul.
Gura
dan Heechul putus karena rasa gengsi Gura yang terlalu besar. Hingga pada
akhirnya Gura sendirilah yang menyesal ketika Heechul memutuskan hubungan
mereka.
“Aku
tak mau kau merasa kehilangan dia. Kau tahu, hal itu begitu menyiksa.” Ujar
Gura.
Namun
Gura juga benar. Aku memang begitu takut kehilangan Hyukjae. Perasaan ini jauh
berbeda dari perasaanku untuk Siwon. Aku tak akan protes jika Siwon mempunyai
kekasih atau dia dekat dengan seorang gadis. Namun hatiku akan terasa sakit
jika Hyukjae dekat dengan gadis lain selain aku.
------------
Sudah
beberapa bulan aku melewatkan hari-hariku tanpa kehadiran Hyukjae. Dia juga tak
pernah menelfonku atau menanyakan kabarku. Dia sungguh keterlaluan. Apa dia
tidak mengerti kalau aku begitu merindukannya?
“Cepatlah
telefon dia,” pinta Gura. Hampir
setiap hari dia menyuruhku menghubungi Hyukjae.
“Untuk apa? Lagipula dia tidak pernah
menelfonku bahkan untuk sekedar menanyakan kabarku.” protesku.
“Sampai
kapan kau akan mempertahankan keegoisanmu itu?”
Aku
tak menjawabnya. Namun setelah aku di rumah aku kembali berpikir untuk menghubunginya.
Aku sudah menyimpan nomor ponsel Hyukjae yang baru yang aku dapat dari kakeknya
beberapa bulan yang lalu. Aku hanya memandangi nomor itu berjam-jam. Namun
akhirnya, sebelum aku tertidur aku hanya berani mengirim sms yang berisi,
“HYUKJAE-SSHI, SARANGHAE…”
Keesokan
harinya aku tak menemukan sms balasan darinya. Aku pikir dia sudah enggan
mengenalku lagi. Namun beberapa hari kemudian dia menjawab smsku. Dia tidak
membalasnya dengan sms. Namun dia menelfonku.
“Hey,
bagaimana kabarmu?” tanyanya. Suara ini benar-benar aku rindukan.
“Aku
baik-baik saja. Tak ada yang berubah. Bagaimana denganmu? Apakah kau makan
dengan baik disana?”
“Tidak. Sangat sulit mendapatkan
naengmyeon disini. Aku merindukan makanan korea.” katanya sambil
tertawa.
“Kau
hanya merindukan makanan korea ? kau tidak merindukanku?” balasku.
“Sedikit.”
Katanya sambil tertawa lagi. “Lalu, smsmu itu, apakah aku harus menjawabnya
sekarang?”
Dia
mengajakku membicarakan hal yang lebih serius.
“Ani…. Itu… terserah kau saja.” jawabku
setengah terbata.
“Hyekyung ah, aku harus jujur… mianhae, aku
sudah mencintai seseorang.”
Aku terdiam. Terlambat… aku benar-benar
sudah terlambat…
“Aku sangat mencintai gadis itu. Aku tak bisa
mencintai gadis lain lagi. Jeongmal mianhae…”
Kumohon, hentikan ocehanmu Hyukjae… Gura
benar, rasanya benar-benar menyiksa.
Dan aku pun mulai menangis. Dengan menahan
tangisku, aku mencoba berkata, “chukkae …”
Namun Hyukaje tak mengerti. Dia terus saja
bercerita hingga akhirnya aku tak sanggup lagi mendengarnya. Aku segera saja berteriak,
“HENTIKAN ITU LEE HYUKJAE! katakan padaku, siapa dia?”
“Aku sedang menelfonnya sekarang.”
jawabnya.
“Mwo?!”
“Ya, aku sedang menelfon gadis itu
sekarang.”
Aku? Dia sedang menelfonku. Itu AKU!
Entah mengapa, tangisanku malah semakin keras.
Hyukjae yang khawatir langsung bertanya, “Hyekyung ah, gwaenchanayo?”
Aku tahu tangisanku ini bukan karena aku
sakit hati lagi. Namun karena rasa sakit itu tiba-tiba berubah menjadi rasa bahagia.
“Aissh…baboya… Tunggu aku. Oke?” katanya.
Aku
tak menjawabnya. Aku masih sibuk dengan isakan tangisku.
Akhirnya
dia mengucapkan kalimat terakhir dari percakapan di telefon itu. “Hyekyung ah,
saranghae… “
-------------------
(Setahun
kemudian)
Pagi
ini ibuku menyuruhku ke taman kota untuk menemani teman satu perusahaannya yang
baru saja pindah dari Seoul. Namun sudah lebih dari satu jam aku menunggu orang
itu dan dia tak kunjung datang. Aku sudah cukup bosan menungggu di tempat ini. Namun
tiba-tiba saja seseorang berteriak di belakangku sambil memukul kepalaku, “Ya
Shin Hyekyung, sedang apa kau duduk sendirian di tempat ini?”
Aku
hampir tak percaya. Orang ini… orang yang sangat ingin kulihat. Orang yang aku
rindukan setiap hari. Orang yang sangat ingin kutemui. Dan aku tak menyangka
dia berdiri di depanku saat ini.
“Ya
Lee Hyukjae ! Tak bisakah kau lebih sopan sedikit pada wanita?”
“Sudahlah,
apakah kau tak ingin memelukku?”
“Untuk
apa aku memeluk orang yang sudah meninggalkanku bahkan tanpa berpamitan padaku?!
Dan untuk apa tiba-tiba saja kau pulang padahal kau sudah mengatakan bahwa kau
tak akan pulang?!” aku mulai mengoceh untuk menghilangkan rasa kagetku.
“Baiklah,
aku akan pergi lagi kalau begitu.” celotehnya sambil berpura-pura akan pergi
dari hadapanku.
“ANDWAE!”
teriakku begitu keras.
Setelah
itu Hyukjae segera menarik tanganku dan membawaku ke dalam pelukannya. “Aku
sangat merindukamu”.
Aku
hanya bisa menangis dalam pelukannya. Kemudian dia menghela napasnya dan
berkata, “Aku harus berterimakasih pada ibumu yang sudah membohongimu hingga
akhirnya kau berada disini sekarang.”
Aku langsung
saja memukul bahunya dan melepaskan pelukannya. “jadi kau…”
“Sudahlah,
lupakan saja…” katanya sambil kembali memelukku tanpa memberiku kesempatan
untuk melanjutkan kalimatku tadi.
Setelah
pelukan itu selesai, kami duduk di tempat dimana dulu Hyukjae pernah menyatakan
perasaannya padaku. Kini dia bersimpuh di depanku, membuka sebuah kotak kecil
dan berkata, “would you marry me?”
Beberapa
menit kemudian, aku yang sudah bisa mengontrol rasa kagetku segera saja menjawabnya
dengan menganggukkan kepalaku.
_END_

Tidak ada komentar:
Posting Komentar