Kyuhyun’s
pov
“Dia
yang selalu disampingmu”
“Dia
yang selalu menemanimu”
“Dia
yang selalu mendengarmu”
“Dia
yang selalu mengertimu”
“…”
“Tak
sadarkah kau?”
Kalimat-kalimat
itu terus saja berputar di kepalaku. Aku tahu, aku telah salah memilih. Dan
kalimat itu bagai rajam yang semakin mengiris hatiku saat ini.
“Dia
mencintaimu, Cho Kyuhyun. Sebodoh itukah kau?”
“Hyung,
aku…” kalimatku tercekat di tenggorokanku. Aku tak mempu melanjutkannya. Aku
begitu lemah. Menangis, itu yang bisa kulakukan.
“Baru
menyadarinya, eoh?” katanya sarkastik.
“…”
Tak
ada satupun kalimat yang keluar dari mulutku. Tak bisakah aku mati saja kali
ini?
“Katakan
padanya. Kau tahu dimana dia sekarang. Kuharap kau tak terlambat.” katanya
mengakhiri pembicaraan itu.
Baiklah.
Kubulatkan tekadku. Apapun yang terjadi, aku harus memilikinya sekarang. Aku
tak ingin salah pilih lagi. Sudah cukup aku menyakitinya selama ini.
Dan
itulah yang kulakukan sekarang, berlari sambil menangis layaknya anak kecil
bodoh yang kehilangan balon kesayangannya. Sedangkan aku, aku juga sedang takut
kehilangan sesuatu. Ah, bukan, lebih tepatnya seseorang. Seseorang yang baru
aku sadari bahwa kepadanyalah cintaku berlabuh.
Aku
menekan tak sabar tombol lift rumah sakit besar itu. ‘Cepat terbuka atau
kubakar rumah sakit ini!’ kutukku sendiri. Tak lama setelah itu, lift
menyebalkan ini berhasil membawa diriku di lantai tiga. Segera saja aku berlari
ke kamar sang putri hatiku. Namun sesampaiku di depan pintu kamar itu, aku
hanya bisa terdiam. Kulihat dua orang paruh baya berbeda gender sedang menangis
di samping tempat tidur. Dan yeoja di tempat tidur itu tengah memejamkan
matanya dan kulihat bibirnya sedikit tersenyum. Manis, itulah yang kupikirkan.
Namun mengapa dua orang itu menangis? Ada apa?
Sedetik
kemudian mataku beralih pada sebuah kotak kecil disamping tempat tidur yeoja
yang tengah tidur itu. Sebuah kotak putih dengan layar kecil layaknya computer.
Aku mengenali alat itu sebagai ECG. Namun garis yang tertera di layar itu…
Garis lurus. Tak ada pergerakan sedikitpun. Tak ada detak jantung sedetikpun.
Tak ada nafas sejengkalpun.
Kakiku
lemas seketika. Jantungku rasanya ikut berhenti saat itu juga. Aku jatuh
terduduk di depan pintu kamar. Memegangi dadaku yang semakin sesak tiap
detiknya. Meneteskan air mata yang entah sudah berapa banyak ku keluarkan.
Merasakan kehilangan yang teramat dalam. Ya, ketakutanku menjadi kenyataan. Aku
kehilangannya. Aku kehilangan orang yang sangat berharga.
“Minnie
noona…” lirihku sambil terus memegang dadaku. “Kau meninggalkanku…”
‘Cho
Kyuhyun, kau terlambat’
Hyekyung presents
IT’S BEEN A WHILE
Cast : Cho Kyuhyun,
Lee Sungmin, Lee Donghae and another cast
Pairing : Kyumin
Romance –
Genderswitch
Inspired by a song :
It’s Been A While [오랜만이야] by
Lim Chang Jung
Chapter 1
Chapter 1
3
Tahun Kemudian
“Panas
sekali…” keluhku ketika aku berjalan di sekitar kompleks pemakaman.
‘Ah,
tidak boleh mengeluh, Cho Kyuhyun.’ Bisikku pada diriku sendiri. Kulangkahkan
kakiku menuju sebuah makam. Pusara dari batu pualam itu mengukirkan nama Lee
Sungmin dalam huruf Hangeul. Tak lupa foto yang tertera jelas diatasnya.
“Kau
cantik, noona…” ucapku sambil tersenyum.
Aku
meletakkan buket bunga crysant diatas pusara. Kemudian aku berdoa. Berdoa
untuknya dan berdoa untuk diriku sendiri. Mengapa aku malah berdoa untuk diriku
sendiri? Well, aku tak mau munafik. Aku masih ingin bertemu dengannya walaupun
itu hanya harapan kosong. Aku masih ingin melihat senyum manis Minnie noonaku
yang mungkin kini telah berada disurga bersama bidadari-bidadarinya. Eh?
Bidadari? Cih, Minnie noonaku tetap yang paling cantik diantara mereka.
“Kau
tetap yang tercantik noona…”
Aku
sedikit menertawai pergulatan batinku sendiri.
“Baik-baik
disana ya noona. Aku pergi dulu. Besok aku kembali lagi.” Kataku mengakhiri
percakapan khayalku dengannya.
Ya,
itulah yang kulakukan setiap hari. Setiap pulang kuliah dan sebelum aku memulai
kerja part timeku. Mengunjungi Minnie noona, ah, bukan lebih tepatnya makam
Minnie noona.
Jika
kau berpikir ini adalah salah satu bentuk keterpurukanku, maka kau salah. Aku
selalu mencoba untuk tegar. Aku bangkit dan tak ingin terpuruk dalam
kesalahanku. Setidaknya itulah yang Minnie noona katakan padaku untuk pada saat
kami bertemu untuk yang terakhir kalinya. Ah, aku jadi ingat saat itu lagi.
Flashback
on
“Namja
pabbo! Kapan kau akan pulang? Ini sudah malam.” Kata Minnie noona padaku.
Aku
yang setengah mabuk tak mendengarkan apapun yang keluar dari mulutnya. Aku
terlalu hancur. Aku bahkan ingin sekali untuk membakar dunia ini dengan
amarahku. Tapi apa yang bisa kulakukan? Sebenarnya tak ada. Hanya mabuk seperti
ini yang membuatku bisa melupakan semua masalahku. Aku benci semua ini! Aku tak
ingin bertemu siapapun!
“Pulanglah
noona…” racauku.
“Tidak
sebelum kau berhenti minum dan pulang bersamaku.” paksanya lagi.
Tak
berapa lama, aku merasakan tubuhku lemas. Pandanganku kabur dan semuanya
berubah menjadi gelap.
.
.
Aku
mengerjapkan mataku berkali-kali. Aku tak tahu ini dimana.
“Kau
dikamarku.” kata seseorang tiba-tiba seolah ia mengerti apa yang kupikirkan.
Kemudian
kulihat Minnie noona berjalan kearahku dan memberiku secangkir teh hangat. Aku
menyeruputnya pelan. Lalu kukembalikan lagi padanya. Lalu aku bangkit dari
tempat tidur yang empuk itu.
“Maaf
noona, tak seharusnya kau seperti ini. Aku pulang” ucapku sambil mengambil
jaketku yang terletak begitu saja di nakas.
“Kyu…
Dengar, kau tidak…”
“Sudahlah
noona, kau tak mengerti apapun!” sergahku memotong kalimatnya.
“Apa
yang aku tak mengerti, Kyu? Aku mengerti posisimu, ujianmu hancur dan karirmu
menjadi tak jelas, lalu ahjussi selalu menyalahkanmu karena hal itu, kemudian
yeojachingumu malah meninggalkanmu!” kata Minnie noona sedikit membentakku.
“Tak
usah memperjelas hal itu, noona! Kau malah membuatku semakin sakit!” bentakku padanya.
Kini
ia terdiam. Namun matanya memerah dan beberapa saat kemudian mata indah itu
mengeluarkan butiran bening yang aku yakini sebagai air matanya. Ya Tuhan, aku
membuatnya menangis!
“Kau tahu Kyu, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu. Saat kesempatan seakan menjauhiku. Saat aku merasa kehilangan semuanya. Aku juga merasakannya, Kyu!" ucapnya sambil terisak.
“Kau tahu Kyu, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu. Saat kesempatan seakan menjauhiku. Saat aku merasa kehilangan semuanya. Aku juga merasakannya, Kyu!" ucapnya sambil terisak.
Entah
apa maksudnya. Apakah dia juga gagal dalam ujiannya? Apakah namjachingunya juga
meninggalkanya? Ah, entahlah. Kepalaku terlalu sakit untuk memikirkan hal itu
sekarang.
Lalu
ia meletakkan kedua telapak tangannya ke pipiku.
“Berjanjilah
kau tak akan terpuruk. Berjanjilah kau akan bangkit. Aku yakin semua akan
menjadi lebih indah bagimu.” Katanya menenangkanku.
Namun
aku sudah enggan mendengar nasehat lagi. Aku lelah. Aku ingin segera pergi dari
hadapannya.
“Mianhae
noona, aku sedang tidak membutuhkan nasehat. Terimakasih sudah mengurusku
semalam. Kuharap kau tak menemuiku jika kau hanya ingin memberiku petuah-petuah
seperti tadi. Aku permisi.”
Kalimat
itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku segera keluar dari apartemen miliknya.
Dan meninggalkannya yang entah sedang menangis, kecewa atau malah tertawa?
.
.
Benar
saja, Minnie noona tak menemuiku selama satu bulan lebih. Sejak kejadian itu aku
tak pernah melihatnya di kampus ataupun di tempat kerjanya. Kemana dia?
Mengapa
aku begitu kehilangan sejak ia tak menemuiku? Mengapa aku begitu merindukannya?
Ah, lalu apa ini? Mengapa aku begitu resah jika dia jauh dariku? Noona,kau
dimana?
Apakah
mungkin aku mulai menyukainya?
Ddrrtt…
drrrt…
Dering
handphoneku membuyarkan segala lamunanku tentang noona kesayanganku itu. Eh?
Kesayangan? Ada apa denganmu Cho Kyuhyun?
Segera
kuangkat telepon itu setekah au membaca tulisan “DONGHAE HYUNG calling” di
layar handphoneku.
“Yeoboseo?”
“Bisa
bertemu sekarang?”
“Baiklah…
dimana?”
“Di
café biasa.”
TUT
TUT TUT
Donghae
hyung menutup telefonnnya begitu saja tanpa meminta persetujuanku. Yah, mau tak
mau aku harus menurutinya. Dan disinilah aku, duduk berhadapan dengan namja
yang 2 tahun lebih tua dariku di sebuah café terkenal di pusat kota Incheon.
“Apa
yang ingin kau bicarakan, hyung?” tanyaku padanya.
“Baca
ini!” ucap Donghae hyung singkat.
Ia
menyerahkan secarik kertas berwarna soft pink padaku. Apa ini? Surat kaleng
untukku dari penggemarku? Ah, sepertinya begitu.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang
selalu membentakku seenaknya.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang
akan menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang
mengutuk dirinya sendiri.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang
ingin terpuruk seorang diri.
Lalu bagaimana aku
menghadapi semua itu?
Aku terlalu
membencimu Cho Kyuhyun.
Aku membencimu
jika kau menangis.
Aku membencimu
jika kau terpuruk.
Aku membencimu
jika kau tak mampu bangkit.
Ingin sekali aku berada disisimu. Meyakinkanmu bahwa
dunia tidaklah kejam.
Namun sepertinya Tuhan tak mengijinkanku. Mianhae…
Terakhir, aku
ingin jujur padamu. Saranghae…
-Lee Sungmin-
-Lee Sungmin-
Saranghae?
Dia… Minnie noona mencintaiku? Sejak kapan?
Entah
mengapa hatiku begitu senang ketika mengetahui perasaannya. Aku tersenyum
sesaat setelah membaca surat itu.
Namun
dimana dia sekarang? Apakah dia begitu takut membuatku marah sehingga tak mau mengungkapkan perasaannya
langsung padaku? Lalu mengapa dia berkata Tuhan tak mengijinkannya? Apa
maksudnya?
“Hyung…
“
Sebelum
aku selesai dengan kalimatku, Donghae hyung sudah memberiku sebuah alamat. Dan
itu… alamat rumah sakit?
“Sungmin
menderita tumor otak. Apakah kau tahu itu?”
JDERRR!!!
Mwo? Minnie noona… dia…
Mwo? Minnie noona… dia…
“Ah,
sudah kukira. Kau tak pernah tahu hal itu. Wajah kagetmu meyakinkanku bahwa kau
benar-benar keterlaluan!”
Aku
tak mampu berkata apapun. Aku terlalu shock dengan keadaan Minnie noona.
“Hidupnya
terlalu berharga hanya untuk mencintai namja bodoh sepertimu!” ucap Donghae
hyung lagi.
Memang,
aku memang bodoh. Aku memang bodoh baru menyadari perasaanku sekarang.
“Sejak
kapan dia seperti ini?” tanyaku lirih.
“Lama
sebelum kau mengenalnya. Aku hanya heran padamu, mengapa kautak pernah
menyadari hal itu? Jika saja kau bukan dongsaengku, kau sudah mati ditanganku
saat ini!” katanya dengan sedikit emosi.
“Dia
yang selalu disampingmu, dia yang selalu menemanimu, dia yang selalu
mendengarmu, dia yang selalu mengertimu”
Donghae
hyung menghela nafas sebentar.
“Tak
sadarkah kau? ” lanjutnya.
Sungguh,
aku mengutuk diriku sendiri. Otakku benar-benar tak lebih pintar dari kucing
sekalipun!
“Hyung…”
lirihku.
“Baru
menyadarinya, eoh?” Tanya Donghae hyung lebih sarkastik. “Dia mencintaimu, Kyuhyun
ah. Namun hidupnya tak lama. Dokter telah memvonisnya. Mungkin hanya sampai
hari ini.”
JDEERR!!!
Lagi.
Aku shock untuk kedua kalinya. Tidak. Kali ini rasanya lebih sakit. Sakit yang
teramat dalam sehingga namja cuek sepertiku bisa mengeluarkan air mataku. ANDWAE!
Kumohon jangan ambil Minnie noonaku, Tuhan…
“Katakan
padanya. Kau tahu dimana dia sekarang. Kuharap kau tak terlambat.”
Kulihat
Donghae hyung juga mulai menangis. Namun aku tak mempedulikannya. Yang ingin
kulakukan hanyalah mengejar cintaku.
Kau
tahu, rasanya seperti berlomba dengan Tuhan. Jika aku menang, maka aku akan
lebih tenang. Namun jika Tuhan yang menang, maka aku akan kehilangan segalanya.
Dan
ketika aku telah sampai di rumah sakit, itu semua jelas sudah. Garis finish di
depan mata. Dan aku harus mendapati kenyataan bahwa aku kalah dari Tuhan. Tuhan
telah mengambilnya sebelum aku sempat menjawab perasaannya. Aku mati rasa saat
itu juga.
Flashback
end
Sudahlah,
untuk apa aku mengingat hal menyedihkan itu lagi. Cukup kusimpan dalam hati
saja dan akan menjadi pelajaran terbaikku selama aku hidup.
Aku
kini sudah berada di café tempatku bekerja. Café ini adalah café yang biasa aku
kunjungi bersama Donghae hyung dulu. Aku memutuskan untuk bekerja disini sejak
dua tahun yang lalu setelah aku berhasil berkuliah lagi dengan jurusan yang
membuatku gagal dulu.
“Kyu,
gantikan aku sebentar! Aku harus ke toilet!” kata Yesung hyung sang partner
kerjaku.
“Jangan
lama-lama!” ucapku padanya yang disambut lambaian tangan kirinya.
‘Ish…
orang itu… selalu saja meninggalkan pekerjaan! Tak tahukah dia aku juga
sibuk?!’ rutukku dalam hati.
Aku
kembali melanjutkan mengolah latte dan kopi yang baru saja di berikan sang
pemilik café. Dia memang mempercayakan hal itu padaku karena menurut beberapa
pelanggan, latte dan kopi buatanku mempunyai rasa yang unik. Ah, membuatku
tersanjung saja…
Klingg…
Terdengar
bel tanda pintu café terbuka.
“Annyeonghaseyo…
Selamat datang di kona beans.” Ucapku tanpa menatap pelanggan itu karena aku
terlalu sebuk dengan latte dan kopi yang ada di tanganku.
“Annnyeong…
Ehmm, apakah kau bisa menawarkan beberapa menu disini dan tidak berkutat dengan
bubuk-bubuk itu?”
Suara
ini…
Ya
Tuhan… Suara ini… Aku mengenalnya…
Aku
segera menatap pelanggan itu.
DEG!
“Minnie
noona?”
TBC

Tidak ada komentar:
Posting Komentar