Minggu, 18 November 2012

FF - It's been A While (chapter 1)


Kyuhyun’s pov

“Dia yang selalu disampingmu”
“Dia yang selalu menemanimu”
“Dia yang selalu mendengarmu”
“Dia yang selalu mengertimu”
“…”
“Tak sadarkah kau?”
Kalimat-kalimat itu terus saja berputar di kepalaku. Aku tahu, aku telah salah memilih. Dan kalimat itu bagai rajam yang semakin mengiris hatiku saat ini.
“Dia mencintaimu, Cho Kyuhyun. Sebodoh itukah kau?”
“Hyung, aku…” kalimatku tercekat di tenggorokanku. Aku tak mempu melanjutkannya. Aku begitu lemah. Menangis, itu yang bisa kulakukan.
“Baru menyadarinya, eoh?” katanya sarkastik.
“…”
Tak ada satupun kalimat yang keluar dari mulutku. Tak bisakah aku mati saja kali ini?
“Katakan padanya. Kau tahu dimana dia sekarang. Kuharap kau tak terlambat.” katanya mengakhiri pembicaraan itu.
Baiklah. Kubulatkan tekadku. Apapun yang terjadi, aku harus memilikinya sekarang. Aku tak ingin salah pilih lagi. Sudah cukup aku menyakitinya selama ini.
Dan itulah yang kulakukan sekarang, berlari sambil menangis layaknya anak kecil bodoh yang kehilangan balon kesayangannya. Sedangkan aku, aku juga sedang takut kehilangan sesuatu. Ah, bukan, lebih tepatnya seseorang. Seseorang yang baru aku sadari bahwa kepadanyalah cintaku berlabuh.
Aku menekan tak sabar tombol lift rumah sakit besar itu. ‘Cepat terbuka atau kubakar rumah sakit ini!’ kutukku sendiri. Tak lama setelah itu, lift menyebalkan ini berhasil membawa diriku di lantai tiga. Segera saja aku berlari ke kamar sang putri hatiku. Namun sesampaiku di depan pintu kamar itu, aku hanya bisa terdiam. Kulihat dua orang paruh baya berbeda gender sedang menangis di samping tempat tidur. Dan yeoja di tempat tidur itu tengah memejamkan matanya dan kulihat bibirnya sedikit tersenyum. Manis, itulah yang kupikirkan. Namun mengapa dua orang itu menangis? Ada apa?
Sedetik kemudian mataku beralih pada sebuah kotak kecil disamping tempat tidur yeoja yang tengah tidur itu. Sebuah kotak putih dengan layar kecil layaknya computer. Aku mengenali alat itu sebagai ECG. Namun garis yang tertera di layar itu… Garis lurus. Tak ada pergerakan sedikitpun. Tak ada detak jantung sedetikpun. Tak ada nafas sejengkalpun.
Kakiku lemas seketika. Jantungku rasanya ikut berhenti saat itu juga. Aku jatuh terduduk di depan pintu kamar. Memegangi dadaku yang semakin sesak tiap detiknya. Meneteskan air mata yang entah sudah berapa banyak ku keluarkan. Merasakan kehilangan yang teramat dalam. Ya, ketakutanku menjadi kenyataan. Aku kehilangannya. Aku kehilangan orang yang sangat berharga.
“Minnie noona…” lirihku sambil terus memegang dadaku. “Kau meninggalkanku…”
‘Cho Kyuhyun, kau terlambat’


 Hyekyung presents
IT’S BEEN A WHILE
Cast : Cho Kyuhyun, Lee Sungmin, Lee Donghae and another cast
Pairing : Kyumin
Romance – Genderswitch
Inspired by a song :
It’s Been A While [오랜만이야] by Lim Chang Jung


Chapter 1







3 Tahun Kemudian

“Panas sekali…” keluhku ketika aku berjalan di sekitar kompleks pemakaman.
‘Ah, tidak boleh mengeluh, Cho Kyuhyun.’ Bisikku pada diriku sendiri. Kulangkahkan kakiku menuju sebuah makam. Pusara dari batu pualam itu mengukirkan nama Lee Sungmin dalam huruf Hangeul. Tak lupa foto yang tertera jelas diatasnya.
“Kau cantik, noona…” ucapku sambil tersenyum.
Aku meletakkan buket bunga crysant diatas pusara. Kemudian aku berdoa. Berdoa untuknya dan berdoa untuk diriku sendiri. Mengapa aku malah berdoa untuk diriku sendiri? Well, aku tak mau munafik. Aku masih ingin bertemu dengannya walaupun itu hanya harapan kosong. Aku masih ingin melihat senyum manis Minnie noonaku yang mungkin kini telah berada disurga bersama bidadari-bidadarinya. Eh? Bidadari? Cih, Minnie noonaku tetap yang paling cantik diantara mereka.
“Kau tetap yang tercantik noona…”
Aku sedikit menertawai pergulatan batinku sendiri.
“Baik-baik disana ya noona. Aku pergi dulu. Besok aku kembali lagi.” Kataku mengakhiri percakapan khayalku dengannya.
Ya, itulah yang kulakukan setiap hari. Setiap pulang kuliah dan sebelum aku memulai kerja part timeku. Mengunjungi Minnie noona, ah, bukan lebih tepatnya makam Minnie noona.
Jika kau berpikir ini adalah salah satu bentuk keterpurukanku, maka kau salah. Aku selalu mencoba untuk tegar. Aku bangkit dan tak ingin terpuruk dalam kesalahanku. Setidaknya itulah yang Minnie noona katakan padaku untuk pada saat kami bertemu untuk yang terakhir kalinya. Ah, aku jadi ingat saat itu lagi.

Flashback on
“Namja pabbo! Kapan kau akan pulang? Ini sudah malam.” Kata Minnie noona padaku.
Aku yang setengah mabuk tak mendengarkan apapun yang keluar dari mulutnya. Aku terlalu hancur. Aku bahkan ingin sekali untuk membakar dunia ini dengan amarahku. Tapi apa yang bisa kulakukan? Sebenarnya tak ada. Hanya mabuk seperti ini yang membuatku bisa melupakan semua masalahku. Aku benci semua ini! Aku tak ingin bertemu siapapun!
“Pulanglah noona…” racauku.
“Tidak sebelum kau berhenti minum dan pulang bersamaku.” paksanya lagi.
Tak berapa lama, aku merasakan tubuhku lemas. Pandanganku kabur dan semuanya berubah menjadi gelap.
.
.
Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. Aku tak tahu ini dimana.
“Kau dikamarku.” kata seseorang tiba-tiba seolah ia mengerti apa yang kupikirkan.
Kemudian kulihat Minnie noona berjalan kearahku dan memberiku secangkir teh hangat. Aku menyeruputnya pelan. Lalu kukembalikan lagi padanya. Lalu aku bangkit dari tempat tidur yang empuk itu.
“Maaf noona, tak seharusnya kau seperti ini. Aku pulang” ucapku sambil mengambil jaketku yang terletak begitu saja di nakas.
“Kyu… Dengar, kau tidak…”
“Sudahlah noona, kau tak mengerti apapun!” sergahku memotong kalimatnya.
“Apa yang aku tak mengerti, Kyu? Aku mengerti posisimu, ujianmu hancur dan karirmu menjadi tak jelas, lalu ahjussi selalu menyalahkanmu karena hal itu, kemudian yeojachingumu malah meninggalkanmu!” kata Minnie noona sedikit membentakku.
“Tak usah memperjelas hal itu, noona! Kau malah membuatku semakin sakit!” bentakku padanya.
Kini ia terdiam. Namun matanya memerah dan beberapa saat kemudian mata indah itu mengeluarkan butiran bening yang aku yakini sebagai air matanya. Ya Tuhan, aku membuatnya menangis!
“Kau tahu Kyu, aku juga merasakan hal yang sama sepertimu. Saat kesempatan seakan menjauhiku. Saat aku merasa kehilangan semuanya. Aku juga merasakannya, Kyu!" ucapnya sambil terisak.
Entah apa maksudnya. Apakah dia juga gagal dalam ujiannya? Apakah namjachingunya juga meninggalkanya? Ah, entahlah. Kepalaku terlalu sakit untuk memikirkan hal itu sekarang.
Lalu ia meletakkan kedua telapak tangannya ke pipiku.
“Berjanjilah kau tak akan terpuruk. Berjanjilah kau akan bangkit. Aku yakin semua akan menjadi lebih indah bagimu.” Katanya menenangkanku.
Namun aku sudah enggan mendengar nasehat lagi. Aku lelah. Aku ingin segera pergi dari hadapannya.
“Mianhae noona, aku sedang tidak membutuhkan nasehat. Terimakasih sudah mengurusku semalam. Kuharap kau tak menemuiku jika kau hanya ingin memberiku petuah-petuah seperti tadi. Aku permisi.”
Kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku segera keluar dari apartemen miliknya. Dan meninggalkannya yang entah sedang menangis, kecewa atau malah tertawa?
.
.
Benar saja, Minnie noona tak menemuiku selama satu bulan lebih. Sejak kejadian itu aku tak pernah melihatnya di kampus ataupun di tempat kerjanya. Kemana dia?
Mengapa aku begitu kehilangan sejak ia tak menemuiku? Mengapa aku begitu merindukannya? Ah, lalu apa ini? Mengapa aku begitu resah jika dia jauh dariku? Noona,kau dimana?
Apakah mungkin aku mulai menyukainya?
Ddrrtt… drrrt…
Dering handphoneku membuyarkan segala lamunanku tentang noona kesayanganku itu. Eh? Kesayangan? Ada apa denganmu Cho Kyuhyun?
Segera kuangkat telepon itu setekah au membaca tulisan “DONGHAE HYUNG calling” di layar handphoneku.
“Yeoboseo?”
“Bisa bertemu sekarang?”
“Baiklah… dimana?”
“Di café biasa.”
TUT TUT TUT
Donghae hyung menutup telefonnnya begitu saja tanpa meminta persetujuanku. Yah, mau tak mau aku harus menurutinya. Dan disinilah aku, duduk berhadapan dengan namja yang 2 tahun lebih tua dariku di sebuah café terkenal di pusat kota Incheon.
“Apa yang ingin kau bicarakan, hyung?” tanyaku padanya.
“Baca ini!” ucap Donghae hyung singkat.
Ia menyerahkan secarik kertas berwarna soft pink padaku. Apa ini? Surat kaleng untukku dari penggemarku? Ah, sepertinya begitu.

Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang selalu membentakku seenaknya.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang akan menyalahkan orang lain atas kesalahannya sendiri.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang mengutuk dirinya sendiri.
Cho Kyuhyun…
Namja pabbo yang ingin terpuruk seorang diri.
Lalu bagaimana aku menghadapi semua itu?
Aku terlalu membencimu Cho Kyuhyun.
Aku membencimu jika kau menangis.
Aku membencimu jika kau terpuruk.
Aku membencimu jika kau tak mampu bangkit.
Ingin sekali aku berada disisimu. Meyakinkanmu bahwa dunia tidaklah kejam.
Namun sepertinya Tuhan tak mengijinkanku. Mianhae…
Terakhir, aku ingin jujur padamu. Saranghae…
                                                    -Lee Sungmin-

Saranghae? Dia… Minnie noona mencintaiku? Sejak kapan?
Entah mengapa hatiku begitu senang ketika mengetahui perasaannya. Aku tersenyum sesaat setelah membaca surat itu.
Namun dimana dia sekarang? Apakah dia begitu takut membuatku marah  sehingga tak mau mengungkapkan perasaannya langsung padaku? Lalu mengapa dia berkata Tuhan tak mengijinkannya? Apa maksudnya?
“Hyung… “
Sebelum aku selesai dengan kalimatku, Donghae hyung sudah memberiku sebuah alamat. Dan itu… alamat rumah sakit?
“Sungmin menderita tumor otak. Apakah kau tahu itu?”
JDERRR!!!
Mwo? Minnie noona… dia…
“Ah, sudah kukira. Kau tak pernah tahu hal itu. Wajah kagetmu meyakinkanku bahwa kau benar-benar keterlaluan!”
Aku tak mampu berkata apapun. Aku terlalu shock dengan keadaan Minnie noona.
“Hidupnya terlalu berharga hanya untuk mencintai namja bodoh sepertimu!” ucap Donghae hyung lagi.
Memang, aku memang bodoh. Aku memang bodoh baru menyadari perasaanku sekarang.
“Sejak kapan dia seperti ini?” tanyaku lirih.
“Lama sebelum kau mengenalnya. Aku hanya heran padamu, mengapa kautak pernah menyadari hal itu? Jika saja kau bukan dongsaengku, kau sudah mati ditanganku saat ini!” katanya dengan sedikit emosi.
“Dia yang selalu disampingmu, dia yang selalu menemanimu, dia yang selalu mendengarmu, dia yang selalu mengertimu”
Donghae hyung menghela nafas sebentar.
“Tak sadarkah kau? ” lanjutnya.
Sungguh, aku mengutuk diriku sendiri. Otakku benar-benar tak lebih pintar dari kucing sekalipun!
“Hyung…” lirihku.
“Baru menyadarinya, eoh?” Tanya Donghae hyung lebih sarkastik. “Dia mencintaimu, Kyuhyun ah. Namun hidupnya tak lama. Dokter telah memvonisnya. Mungkin hanya sampai hari ini.”
JDEERR!!!
Lagi. Aku shock untuk kedua kalinya. Tidak. Kali ini rasanya lebih sakit. Sakit yang teramat dalam sehingga namja cuek sepertiku bisa mengeluarkan air mataku. ANDWAE! Kumohon jangan ambil Minnie noonaku, Tuhan…
“Katakan padanya. Kau tahu dimana dia sekarang. Kuharap kau tak terlambat.”
Kulihat Donghae hyung juga mulai menangis. Namun aku tak mempedulikannya. Yang ingin kulakukan hanyalah mengejar cintaku.
Kau tahu, rasanya seperti berlomba dengan Tuhan. Jika aku menang, maka aku akan lebih tenang. Namun jika Tuhan yang menang, maka aku akan kehilangan segalanya.
Dan ketika aku telah sampai di rumah sakit, itu semua jelas sudah. Garis finish di depan mata. Dan aku harus mendapati kenyataan bahwa aku kalah dari Tuhan. Tuhan telah mengambilnya sebelum aku sempat menjawab perasaannya. Aku mati rasa saat itu juga.
Flashback end

Sudahlah, untuk apa aku mengingat hal menyedihkan itu lagi. Cukup kusimpan dalam hati saja dan akan menjadi pelajaran terbaikku selama aku hidup.
Aku kini sudah berada di café tempatku bekerja. Café ini adalah café yang biasa aku kunjungi bersama Donghae hyung dulu. Aku memutuskan untuk bekerja disini sejak dua tahun yang lalu setelah aku berhasil berkuliah lagi dengan jurusan yang membuatku gagal dulu.
“Kyu, gantikan aku sebentar! Aku harus ke toilet!” kata Yesung hyung sang partner kerjaku.
“Jangan lama-lama!” ucapku padanya yang disambut lambaian tangan kirinya.
‘Ish… orang itu… selalu saja meninggalkan pekerjaan! Tak tahukah dia aku juga sibuk?!’ rutukku dalam hati.
Aku kembali melanjutkan mengolah latte dan kopi yang baru saja di berikan sang pemilik café. Dia memang mempercayakan hal itu padaku karena menurut beberapa pelanggan, latte dan kopi buatanku mempunyai rasa yang unik. Ah, membuatku tersanjung saja…
Klingg…
Terdengar bel tanda pintu café terbuka.
“Annyeonghaseyo… Selamat datang di kona beans.” Ucapku tanpa menatap pelanggan itu karena aku terlalu sebuk dengan latte dan kopi yang ada di tanganku.
“Annnyeong… Ehmm, apakah kau bisa menawarkan beberapa menu disini dan tidak berkutat dengan bubuk-bubuk itu?”
Suara ini…
Ya Tuhan… Suara ini… Aku mengenalnya…
Aku segera menatap pelanggan itu.
DEG!
“Minnie noona?”


TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar